Minggu, 24 Mei 2009

Legenda Tanah Bima

Pada zaman dahulu wilayah yanhg terhampar diujung timur pulau Sumbawa di bawah pimpinan para kepala suku yang disebut Ncuhi. Ncuhi asal kata Ncuri yang berarti cikal bakal kehidupan bagi tumbuh-tumbuhan. Untuk menjadi Ncuhi seseorang harus memiliki kelebihan di antaranya keterampilan,keahlian,keperkasaan serta kesaktian. Sebab dia adalah panutan seluruh rakyat yang dipimpinnya. Tutur kata dan perbuatannya selalu dituruti oleh seluruh rakyat.

Para Ncuhi diberi nama dan julukan sesuai nama wilayah yang dikuasainya. Ada lima orang Ncuhi yang sangat terkenal. Mereka adalah Ncuhi Dara,Ncuhi Parewa, Ncuhi Dorowuni, Ncuhi Bangga pupa, dan Ncuhi Padolo. Ncuhi Parewa menguasai wilayah selatan, Ncuhi Banggapupa menguasai wilayah utara, Ncuhi Dorowuni menguasai wilayah sebelah timur, Ncuhi Padolo menguasai wilayah sebelah barat sedangkan Ncuhi Dara menguasai dan memimpin wilayah Bima bagian tengah.

Mereka hdup damai bersama seluruh rakyatnya. Mereka selalu bergotong royong dan saling membantu sesama. Tua, muda dan bahkan anak-anak bahu membahu jika ada hajatan di tengah masyarakat. Hal itulah yang senantiasa membangkitkan rasa persaudaraan dan kebersamaan di tengah masyarakat. Ibarat pepatah mengatakan “ Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Begitulah keadaan hidup masyarakat sehari-hari.

Pada suatu hari seluruh Ncuhi dan masyarakat dari berbagai pelosok dikejutkan dengan kedatangan salah seorang musafir dan bangsawan yang terdampar di sebuah pulau nan elok permai. Pulau itu berada di sebelah barat gunung Tambora. Pulau itu diberi nama pulau Satonda karena jaraknya yang sangat dekat dengan daratan Labuan Kananga, maka diberikanlah nama dengan Satonda(Satonda = Selangkah). Nama musafir itu adalah Sang Bima. Ia mengasingkan diri di pulau itu karena di daerah asalnya sedang di landa perang saudara.

Pada awalnya masyarakat sangat khawatir akan keselamatannya. Karena di sekitar pulau itu terdapat seekor Naga yang sangat ganas. Namun berkat kesaktian dan ilmu yang dimilikinya ia mampu melawan Sang Naga dan pada akhirnya Naga itupun selalu hidup bersamanya di pulau itu. Dan ia pun keluar dari pulau itu bersama Sang Naga. Tak beberapa lama kemudian Naga itu tiba-tiba melahirkan seorang anak perempuan yang teramat cantik. Karena dilahirkan dari rahim seekor Naga, maka nama anak itu diberinama Putri Tasi Sari Naga.

Pada perkembangan selanjutnya, nama Sang Bima selalu menjadi buah bibir di tengah masyarakat berkat ilmu dan pengalamannya. Ia sangat ramah, baik hati, suka mnenolong serta berbudi pekerti luhur. Ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekita. Meskipun ia adalah pendatang baru, namun ia mampu menempatkan diri di temjpat yang baru. Ia sering bergaul dan bercengkerama dengan masyarakat sekitar. Ibarat pepatah mengatakan “ Dimana Bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Setelah sekian lama tinggal dan bergaul di tengah masyarakat, ia jatuh cinta kepada Puteri Tasi Sari Naga. Dan tak beberapa lama kemudian mereka pun melangsungkan pernikahan. Setelah menikah mereka mulai melakukan petualangan ke seluruh pelosok negeri. Bukit dan gunung didaki, lembah dan ngarai dilalui, laut dan sungai diseberangi.

Pada suatu hari mereka disambut oleh Para Ncuhi beserta seluruh rakyat di tepi pantai yang sangat indah di hamparan teluk Bima. Pantai itu bernama LAWATA yang berarti pintu gerbang untuk memasuki istana Ncuhi Dara. Mereka diarak sampai ke istana Ncuhi Dara.

Semenjak tinggal bersama Ncuhi Dara, Sang Bima mengajarkan berbagai ilmu dan ketrampilan yang dimilikinya kepada masyarakat sekitar. Seperti berladang dan berhuma, memancing dan melaut, serta berburu. Sejak saat itu pula, ia menjadi panutan seluruh rakyat. Tutur kata dan perbuatannya selalu dituruti oleh rakyat dan para Ncuhi. Keramahannya semakin menambah simpati seluruh rakyat.

Pada suatu hari seluruh Ncuhi berkumpul di Gunung Dara(Sekarang Doro Dara) untuk mengadakan musyawarah.

“ Saudara-saudara, pada hari ini saya mengundang saudara untuk membicarakan hal –hal yang sangat penting bagi kemajuan daerah kita di masa yang akan datang.” Ncuhi Dara mulai membuka musyawarah itu.

“ Apakah gerangan maksud tuan Ncuhi Dara ?” Ncuhi Parewa ingin tahu.

“ Kita membutuhkan seorang pemimpin sebagai payung bagi kita semua. Karena selama ini kita hidup terpencar dalam wilayah yang luas ini. Dan kita harus dipersatukan oleh seorang pemimpin.” Demikian Ncuhi Dara menyampaikan keinginannya.

“ Memang itu sangat penting Saudara-saudara.” Ncuhi Dorowuni memotong.” Daerah kita ini sangat luas dan jika ada musuh yang datang, maka kita akan sangat sulit untuk menghadapinya.”

“ Tapi, siapakah yang akan kita angkat sebagai raja atau pemimpin ?” Ncuhi Padolo penasaran.

“ Sang Bima adalah pemimpin kita.” Ncuhi Bangga pupa memberi keputusan.

Akhirnya seluruh Ncuhi sepakat untuk mengangkat Sang Bima sebagai raja atau pemimpin. Mereka menemui Sang Bima beserta Puteri Tasi Sari Naga di tepi pantai di sebelah utara. Di sana mereka melihat Sang Bima sedang memahat sebuah prasasti pada sebuah batu karang. Para Ncuhi memberi tahu sang Bima tentang hasil musyawarahnya. Sang Bima pun menerima amanat itu. Kemudian menyerahkan kembali kepada Ncuhi Dara untuk memimpin sementara waktu. Dan dia berjanji bahwa dikelak kemudian hari akan datang anak keturunannya yang akan melanjutkan kepemimpinan. Karena dia harus kembali ke daerah asalnya.

Sejak saat itu, nama sebuah daerah yang terhampar di ujung timur pulau Sumbawa di beri nama BIMA. Dan batu karang yang dipahat Sang Bima itu masih ada sampai sekarang. Dan telah menjadi tempat wisata sejarah yang bernama WADU PA’A (Wadu = Batu Pa’a = Pahat).

T A M A T

2 komentar:

  1. Assalamu alaikum Bang, saya tertarik dengan Blog ini. Setidaknya ide kita sejalan untuk tetap mengukuhkan sejarah tradisional Bima sebagai benteng budaya bagi generasi kita. Selamat berkarya. Saya mohon ijin sebahagian tulisannya saya posting di blog saya.

    BalasHapus